A. ANALISIS WACANA
Analisis
Wacana Kritis (AWK) Model Norman Fairclough
Norman Fairclough (Badara, 2012:26)
mengemukakan bahwa wacana merupakan sebuah praktik sosial dan membagi analisis
wacana ke dalam tiga dimensi yaitu text,
discourse practice, dan sosial
practice. Text berhubungan dengan
linguistik, misalnya dengan melihat kosakata, semantik, dan tata kalimat, juga
koherensi dan kohesivitas, serta bagaimana antarsatuan tersebut membentuk suatu
pengetian. Discourse practice
merupakan dimensi yang berhubungan dengan proses
produksi dan konsumsi teks; misalnya, pola kerja, bagan kerja, dan rutinitas saat menghasilkan berita. Social practice, dimensi yang berhubungan dengan konteks di luar teks; misalnya konteks situasi atau konteks dari media dalam hubungannya dengan masyarakat atau budaya politik tertentu.
produksi dan konsumsi teks; misalnya, pola kerja, bagan kerja, dan rutinitas saat menghasilkan berita. Social practice, dimensi yang berhubungan dengan konteks di luar teks; misalnya konteks situasi atau konteks dari media dalam hubungannya dengan masyarakat atau budaya politik tertentu.
Berdasarkan hal di atas, maka
dirumuskanlah suatu pengertian analisis wacana yang bersifat kritis yaitu suatu
pengkajian secara mendalam yang berusaha mengungkapkan kegiatan, pandangan, dan
identitas berdasarkan bahasa yang digunakan dalam wacana. Analisis wacana
menggunakan pendekatan kritis memperlihatkan ketepaduan: (a) analisis teks; (b)
analisis proses, produksi, konsumsi, dan distribusi teks; serta (c) analisis
sosiokultural yang berkembang di sekitar wacana itu.
Pendekatan Fairclough dalam menganalisa
teks berusaha menyatukan tiga tradisi yaitu (Jorgensen dan Phillips, 2007:124):
a.
Analisis
tekstual yang terinci di bidang linguistik;
b.
Analisis
makro-sosiologis praktik sosial (termasuk teori Fairclough, yang tidak
menyediakan metodologi untuk teks-teks khusus);
c.
Tradisi
interpretatif dan mikro-sosiologis dalam sosiologi (termasuk etnometodologi dan
analisa percakapan) dimana kehidupan sehari-hari diperlakukan sebagai produk
tindakan seseorang. Tindakan tersebut mengikuti sederet prosedur dan “kaidah
akal sehat”.
Model
Norman Fairclough (Eriyanto, 2001: 286) membagi analisis wacana kritis ke dalam tiga dimensi, yakni:
1. Dimensi
Tekstual (Mikrostruktural)
Setiap teks secara bersamaan memiliki tiga fungsi, yaitu
representasi, relasi, dan identitas. Fungsi representasi berkaitan dengan
cara-cara yang dilakukan untuk menampilkan realitas sosial ke dalam bentuk
teks. Analisis dimensi teks meliputi bentuk-bentuk tradisional analisis linguistik
– analisis kosa kata dan semantik, tata bahasa kalimat dan unit-unit lebih
kecil, dan sistem suara (fonologi) dan sistem tulisan. Fairclough menadai pada
semua itu sebagai ‘analisis linguistik’, walaupun hal itu menggunakan istilah
dalam pandangan yang diperluas. Ada beberapa bentuk atau sifat teks yang dapat
dianalisis dalam membongkar makna melalui dimensi tekstual, diantaranya:
a.
Kohesi dan Koherensi
Analisis ini ditujukan untuk menunjukkan cara klausa dibentuk
hingga menjadi kalimat, dan cara kalimat dibentuk hingga membentuk satuan yang
lebih besar. Jalinan dalam analisis ini dapat dilihat melalui penggunaan leksikal, pengulangan kata (repetisi),
sinonim, antonim, kata ganti, kata hubung, dan lain-lain.
b.
Tata Bahasa
Analisis tata bahasa merupakan bagian yang sangat penting dalam
analisis wacana kritis. Analisis tata bahasa dalam analisis kritis lebih
ditekankan pada sudut klausa yang terdapat dalam wacana. Klausa ini dianalisis
dari sudut ketransitifan, tema, dan modalitasnya. Ketransitifan dianalisis
untuk mengetahui penggunaan verba yang mengonstruksi klausa apakah klausa aktif
atau klausa pasif, dan bagaimana signifikasinya jika menggunakan nominalisasi.
Penggunaan klausa aktif, pasif, atau nominalisasi ini berdampak pada pelaku,
penegasan sebab, atau alasan-alasan pertanggungjawaban dan lainnya. Contoh
penggunaan klausa aktif senantiasa menempatkan pelaku utama/subjek sebagai tema
di awal klausa. Sementara itu, penempatan klausa pasif dihilangkan. Pemanfaatan
bentuk nominalisasi juga mampu membiaskan baik pelaku maupun korban, bahkan
keduanya.
Tema merupakan analisis terhadap tema yang tertujuan untuk
melihat strkutur tematik suatu teks. Dalam analisis ini dianalisis tema apa
yang kerap muncul dan latar belakang kemunculannya. Representasi ini
berhubungan dengan bagian mana dalam kalimat yang lebih menonjil dibandingkan
dengan bagian yang lain. Sedangkan modalitas digunakan untuk menunjukkan
pengetahuan atau level kuasa suatu ujaran. Fairclough melihat modalitas sebagai
pembentuk hubungan sosial yang mampu menafsirkan sikap dan kuasa. Contoh: penggunaan
modalitas pada wacana kepemimpinan pada umumnya akan didapati mayoritas
modalitas yang memiliki makna perintah dan permintaan seperti modalitas mesti, harus, perlu, hendaklah, dan
lain-lain.
c.
Diksi
Analisis
yang dilakukan terhadap kata-kata kunci yang dipilih dan digunakan dalam teks.
Selain itu dilihat juga metafora yang digunakan dalam teks tersebut. Pilihan
kosakata yang dipaaki terutama berhubungan dengan bagaimana peristiwa,
seseorang, kelompok, atau kegiatan tertentu dalam satu set tertentu. Kosakata
ini akan sangat menentukan karena berhubungan dengan pertanyaan bagaimana
realitas ditandakan dalam bahasa dan bagaimana bahasa pada akhirnya
mengonstruksi realitas tertentu. Misalnya pemilihan penggunaan kata untuk miskin, tidak mampu, kurang mampu, marjinal,
terpinggirkan, tertindas, dan lain-lain.
2. Dimensi
Kewacanan (Mesostruktural)
Dimensi
kedua yang dalam kerangka analisis wacana kritis Norman Fairclough ialah
dimensi kewacanaan (discourse practice). Dalam analisis dimensi ini,
penafsiran dilakukan terhadap pemrosesan wacana yang meliputi aspek penghasilan,
penyebaran, dan penggunaan teks. Beberapa dari aspek-aspek itu memiliki
karakter yang lebih institusi, sedangkan yang lain berupa proses-proses
penggunaan dan penyebaran wacana. Berkenaan dengan proses-proses institusional,
Fairclough merujuk rutinitas institusi seperti prosedur-prosedur editor yang
dilibatkan dalam penghasilan teks-teks media. Praktik
wacana meliputi cara-cara para pekerja media memproduksi teks. Hal ini
berkaitan dengan wartawan itu sendiri selaku pribadi; sifat jaringan kerja
wartawan dengan sesama pekerja media lainnya; pola kerja media sebagai
institusi, seperti cara meliput berita, menulis berita, sampai menjadi berita
di dalam media. Fairclough mengemukakan bahwa analisis kewacananan
berfungsi untuk mengetahui proses produksi, penyebaran, dan penggunaan teks.
Dengan demikian, ketiga tahapan tersebut mesti dilakukan dalam menganalisis
dimensi kewacanan.
a. Produksi
Teks
Pada tahap ini dianalisis
pihak-pihak yang terlibat dalam proses produksi teks itu sendiri (siapa yang
memproduksi teks). Analisis dilakukan terhadap pihak pada level terkecil hingga
bahkan dapat juga pada level kelembagaan pemilik modal. Contoh pada kasus
wacana media perlu dilakukan analisis yang mendalam mengenai organisasi media
itu sendiri (latar belakang wartawan redaktur, pimpinan media, pemilik modal,
dll). Hal ini mengingat kerja redaksi adalah kerja kolektif yang tiap bagian
memiliki kepentingan dan organisasi yang berbeda-beda sehingga teks berita yang
muncul sesungguhnya tidak lahir dengan sendirinya, tetapi merupakan hasil
negosiasi dalam ruang redaksi.
b. Penyebaran
Teks
Pada tahap ini dianalisis bagaimana
dan media apa yang digunakan dalam penyebaran teks yang diproduksi sebelumnya.
Apakah menggunakan media cetak atau elektronik, apakah media cetak koran, dan
lain-lain. Perbedaan ini perlu dikaji karena memberikan dampak yang berbeda
pada efek wacana itu sendiri mengingat setiap media memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Contoh: pada kasus wacana media wacana yang
disebarkan melalui televisi dan koran memberi efek/dampak yang berbeda terhadap
kekuatan teks itu sendiri. Televisi
melengkapi dirinya dengan gambar dan suara, namun memiliki keterbatasan waktu.
Sementara itu koran tidak memiliki kekuatan gambar dan suara, tapi memiliki
kekekalan waktu yang lebih baik dibandingkan televisi.
c. Konsumsi
Teks
Dianalisis pihak-pihak yang menjadi
sasaran penerima/pengonsumsi teks. Contoh pada kasus wacana media perlu
dilakukan analisis yang mendalam mengenai siapa saja pengonsumsi media itu
sendiri. setiap media pada umumnya telah menentukan “pangsa pasar”nya
masing-masing.
3. Dimensi
Praktis Sosial-Budaya (Makrostruktural)
Dimensi
ketiga adalah analisis praktik sosiobudaya media dalam analisis wacana kritis
Norman Fairclough merupakan analisis tingkat makro yang didasarkan pada
pendapat bahwa konteks sosial yang ada di luar media sesungguhnya memengaruhi
bagaimana wacana yang ada ada dalam media. Ruang redaksi atau wartawan bukanlah
bidang atau ruang kosong yang steril, tetapi juga sangat ditentukan oleh
faktor-faktor di luar media itu sendiri. Praktik sosial-budaya menganalisis
tiga hal yaitu ekonomi, politik (khususnya berkaitan dengan isu-isu kekuasaan
dan ideologi) dan budaya (khususnya berkaitan dengan nilai dan identitas) yang
juga mempengaruhi istitusi media, dan wacananya. Pembahasan praktik sosial
budaya meliputi tiga tingkatan Tingkat situasional, berkaitan dengan produksi
dan konteks situasinya Tingkat institusional, berkaitan dengan pengaruh
institusi secara internal maupun eksternal. Tingkat sosial, berkaitan dengan
situasi yang lebih makro, seperti sistem politik, sistem ekonomi, dan sistem
budaya masyarakat secara keseluruhan. Tiga level analisis sosiocultural practice ini antara lain:
a. Situasional
Setiap teks yang lahir pada umumnya
lahir pada sebuah kondisi (lebih mengacu pada waktu) atau suasana khas dan
unik. Atau dengan kata lain, aspek situasional lebih melihat konteks peristiwa
yang terjadi saat berita dimuat.
b. Institusional
Level ini
melihat bagaimana persisnya sebuah pengaruh dari institusi organisasi pada
praktik ketika sebuah wacana diproduksi. Institusi ini bisa berasal dari
kekuatan institusional aparat dan pemerintah juga bisa dijadikan salah satu hal
yang mempengaruhi isi sebuah teks.
c. Sosial
Aspek sosial
melihat lebih pada aspek mikro seperti sistem ekonomi, sistem politik, atau
sistem budaya masyarakat keseluruhan. Dengan demikian, melalui analisis wacana
model ini, kita dapat mengetahui inti sebuah teks dengan membongkar teks
tersebut sampai ke hal-hal yang mendalam. Ternyata, sebuah teks pun mengandung
ideologi tertentu yang dititipkan penulisnya agar masyarakat dapat mengikuti
alur keinginan penulis teks tersebut. Namun, ketika melakukan analisis
menggunakan model ini kita pun harus berhati-hati jangan sampai apa yang kita
lakukan malah menimbulkan fitnah karena tidak berdasarkan sumber yang jelas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar